Kesedihan ini saya tumpahkan ke dalam sebuah bentuk surat.
Sebuah perenungan yang berisi kesedihan mendalam saya sebagai anak bangsa.
Sahabat.."
Sewaktu saya berada di taman kanak-kanak, saya berteman dengan banyak anak lainnya dengan latar belakang berbeda.
Saya bersekolah di sekolah Katolik dan berhadapan dengan pendidikan Katolik yang ketat.
Saya seorang Protestan, namun saya dibesarkan secara Katolik.
Saya mengatakan hal itu karena saya mengecap pendidikan Alkitab Protestan hanya seminggu sekali, artinya hanya satu hari dan itu pun satu jam!
Sedangkan pendidikan Katolik saya terima selama enam hari seminggu, selama 5 jam penuh!
Itu sebabnya saya katakan, saya memang seorang Protestan, tapi saya lebih dekat kepada pendidikan Katolik.
Termasuk jika saya boleh jujur, bahwa saya lebih mudah bergaul dengan orang Katolik dibanding Protestan.
Saya juga memiliki teman Muslim, dan Hindu bahkan Budha.
Setiap anak diperlakukan dengan sama, namun bukan berarti kebebasan mereka beragama dirampas, termasuk saya.
Bagi saya seorang Protestan, tidak masalah menyebutkan Bunda Maria dan membuat tanda salib.
Tapi bagi teman saya Muslim, tentu saja ada keberatan yang harus dimengerti dan bersifat mendasar.
Namun tentu saja mereka tidak dipaksa untuk berdoa secara Kristen, tapi mereka juga harus menerima pendidikan agama Katolik seperti halnya saya dan teman yang lain.
Hal ini pernah menjadi kontroversi saat gejolak rasialisme era reformasi 1999.
Sekolah Katolik diminta untuk memberikan pelajaran agama lain dalam kurikulum mereka.
Tapi benarkah yayasan Katolik bersifat memaksakan agama dan melakukan syiar terselubung?
Saya katakan tidak!
Dahulu saat kecil mungkin saya tidak ambil pusing karena saya kurang mengerti.
Tapi kemudian saya renungkan, jika saya pergi ke sebuah rumah makan Padang dan saya meminta menu soto babat, apakah saya orang waras?
Demikian juga jika anda pergi ke sebuah Pesantren dan meminta ada pengajaran agama lain.
Perguruan Katolik adalah sebuah perguruan terbuka yang berlandaskan formulasi Katolik.
Jadi tidak mungkin anda memaksa merubah formulasi pendidikan Katolik tersebut, karena disitulah kunci pembeda antara perguruan Katolik dengan lainnya!
Mereka tidak pernah memaksa masuk seorang pelajar non Katolik untuk menuntut ilmu ditempat mereka, bahkan saya bisa bersaksi bahwa tidak pernah ada selama saya bersekolah di perguruan Katolik, seorang staf pun membujuk kami memeluk Katolik.
Bahkan pernah suatu hari seorang Suster memarahi teman kami yang menghina seorang teman Muslim.
Suster itu bahkan meminta kepada teman kami yang muslim untuk melaporkan kepada orangtuanya jika ia kembali diganggu, agar pihak sekolah bisa menindak.
=============
Rehat
=============
Saya juga pernah belajar di sekolah negeri, dan kita ketahui bahwa mayoritas siswanya adalah Muslim.
Saya terpaksa harus beradaptasi, dari yang memiliki kebebasan penuh berbicara harus mulai menjadi pendengar yang baik.
Pendengar yang baik adalah siap untuk mendengar cemoohan atas agama dan suku saya.
Saya harus katakan secara jujur, saya mengalami diskriminasi berat selama bersekolah negri.
Tetapi diskriminasi itu tidak membuat mental saya tererosi, melainkan semakin mendekatkan diri kepada iman saya yang saya percayai.
Saya jadi semakin sering membuka Kitab Suci, bukan untuk mendebat balik apa yang mereka tuding, melainkan mencari kebenaran sejati!
Lagipula semakin sering saya disudutkan, makin banyak teman yang beragama Muslim mengasihi saya.
Ya, saya katakan bahwa mereka memiliki hati sama seperti saya.
Mereka merasakan perasaan sedih saya, sama halnya saat saya mengasihi teman saya yang Muslim saat dahulu ia dihina.
Mereka merasakan bagaimana saya harus mendengar guru agama mereka mencaci Alkitab dan menuduh kami men-tigakan Tuhan.
Ya.., mereka adalah sahabat saya yang rajin sholat dan membaca Alquran.
Sebaliknya mereka yang sering mendiskriminasi saya, bukanlah seorang Muslim yang taat, mereka sering menghujat, perbuatan mereka kasar dan bahkan sering sekali bolos sholat.
Bahkan guru agama itu seringkali memiliki masalah dengan guru lain!
Jadi ada satu pemahaman yang saya dapatkan, banyak Muslim radikal berasal dari Muslim KTP!
Mereka lebih tertarik mencari pembenaran melalui jalan mengorbankan orang lain, dibanding taat sholat lima waktu dan membantu kaum dhuafa!
====================
Renungkan.."
====================
Saat bangsa ini makin dekat dengan perpecahan, kita harusnya dapat melihat dan berpikiran jernih.
Kita harus melihat bahwa yang diperlukan bangsa ini adalah kasih, bukan ketakutan-ketakutan.
Semua hal yang didasari ketakutan akan menghasilkan kecurigaan, kecurigaan menimbulkan perpecahan, perpecahan membuahkan kekerasan.
Saya melihat banyak potensi dari bangsa ini melalui orang-orangnya.
Saya melihat seorang Suster yang keibuan membela seorang anak Muslim dari penghinaan.
Saya melihat teman-teman Muslim saya yang menjadi kantong dan pelindung saya dari diskriminasi sekelompok orang yang fanatik.
Dan pada akhirnya saya melihat bahwa orang yang semakin dekat pada Tuhannya akan menyadari hal ini.."
................................................................
Karya terbesar Tuhan di dunia ini adalah kemanusiaan.
Sedangkan karya terbesar manusia di dunia adalah beragama.
Tuhan menciptakan manusia dengan hati dan akal sehat.
Manusia menciptakan tatanan agama dan mengklaim kebenaranNya.
................................................................
Jika kita boleh jujur, sembilan puluh persen dari pemahaman agama kita tergantung oleh penafsiran manusia, agama apapun itu!
Tapi penafsiran kita mengenai kemanusiaan tergantung pada apa yang dibisikkan hati nurani kita.."
Jadi.., apakah perlu kita terpecah?
Perlukah kita saling curiga, menjatuhkan dan bahkan melecehkan?
Bila setiap individu saja tidak ada yang berkenan dilecehkan, apalagi sekelompok umat beragama jika direndahkan?
Karena itu dekatkanlah diri anda pada Tuhan, maka anda akan semakin manusiawi.
Jika anda tidak semakin manusiawi, maka anda hanyalah mahluk beragama tanpa Tuhan!
Percayalah itu sahabat.."
^_^
Written by: Yoan Nababan/ 15 September 2010/ Pkl 15: 15 WIB.

Sebuah perenungan yang berisi kesedihan mendalam saya sebagai anak bangsa.
Sahabat.."
Sewaktu saya berada di taman kanak-kanak, saya berteman dengan banyak anak lainnya dengan latar belakang berbeda.
Saya bersekolah di sekolah Katolik dan berhadapan dengan pendidikan Katolik yang ketat.
Saya seorang Protestan, namun saya dibesarkan secara Katolik.
Saya mengatakan hal itu karena saya mengecap pendidikan Alkitab Protestan hanya seminggu sekali, artinya hanya satu hari dan itu pun satu jam!
Sedangkan pendidikan Katolik saya terima selama enam hari seminggu, selama 5 jam penuh!
Itu sebabnya saya katakan, saya memang seorang Protestan, tapi saya lebih dekat kepada pendidikan Katolik.
Termasuk jika saya boleh jujur, bahwa saya lebih mudah bergaul dengan orang Katolik dibanding Protestan.
Saya juga memiliki teman Muslim, dan Hindu bahkan Budha.
Setiap anak diperlakukan dengan sama, namun bukan berarti kebebasan mereka beragama dirampas, termasuk saya.
Bagi saya seorang Protestan, tidak masalah menyebutkan Bunda Maria dan membuat tanda salib.
Tapi bagi teman saya Muslim, tentu saja ada keberatan yang harus dimengerti dan bersifat mendasar.
Namun tentu saja mereka tidak dipaksa untuk berdoa secara Kristen, tapi mereka juga harus menerima pendidikan agama Katolik seperti halnya saya dan teman yang lain.
Hal ini pernah menjadi kontroversi saat gejolak rasialisme era reformasi 1999.
Sekolah Katolik diminta untuk memberikan pelajaran agama lain dalam kurikulum mereka.
Tapi benarkah yayasan Katolik bersifat memaksakan agama dan melakukan syiar terselubung?
Saya katakan tidak!
Dahulu saat kecil mungkin saya tidak ambil pusing karena saya kurang mengerti.
Tapi kemudian saya renungkan, jika saya pergi ke sebuah rumah makan Padang dan saya meminta menu soto babat, apakah saya orang waras?
Demikian juga jika anda pergi ke sebuah Pesantren dan meminta ada pengajaran agama lain.
Perguruan Katolik adalah sebuah perguruan terbuka yang berlandaskan formulasi Katolik.
Jadi tidak mungkin anda memaksa merubah formulasi pendidikan Katolik tersebut, karena disitulah kunci pembeda antara perguruan Katolik dengan lainnya!
Mereka tidak pernah memaksa masuk seorang pelajar non Katolik untuk menuntut ilmu ditempat mereka, bahkan saya bisa bersaksi bahwa tidak pernah ada selama saya bersekolah di perguruan Katolik, seorang staf pun membujuk kami memeluk Katolik.
Bahkan pernah suatu hari seorang Suster memarahi teman kami yang menghina seorang teman Muslim.
Suster itu bahkan meminta kepada teman kami yang muslim untuk melaporkan kepada orangtuanya jika ia kembali diganggu, agar pihak sekolah bisa menindak.
=============
Rehat
=============
Saya juga pernah belajar di sekolah negeri, dan kita ketahui bahwa mayoritas siswanya adalah Muslim.
Saya terpaksa harus beradaptasi, dari yang memiliki kebebasan penuh berbicara harus mulai menjadi pendengar yang baik.
Pendengar yang baik adalah siap untuk mendengar cemoohan atas agama dan suku saya.
Saya harus katakan secara jujur, saya mengalami diskriminasi berat selama bersekolah negri.
Tetapi diskriminasi itu tidak membuat mental saya tererosi, melainkan semakin mendekatkan diri kepada iman saya yang saya percayai.
Saya jadi semakin sering membuka Kitab Suci, bukan untuk mendebat balik apa yang mereka tuding, melainkan mencari kebenaran sejati!
Lagipula semakin sering saya disudutkan, makin banyak teman yang beragama Muslim mengasihi saya.
Ya, saya katakan bahwa mereka memiliki hati sama seperti saya.
Mereka merasakan perasaan sedih saya, sama halnya saat saya mengasihi teman saya yang Muslim saat dahulu ia dihina.
Mereka merasakan bagaimana saya harus mendengar guru agama mereka mencaci Alkitab dan menuduh kami men-tigakan Tuhan.
Ya.., mereka adalah sahabat saya yang rajin sholat dan membaca Alquran.
Sebaliknya mereka yang sering mendiskriminasi saya, bukanlah seorang Muslim yang taat, mereka sering menghujat, perbuatan mereka kasar dan bahkan sering sekali bolos sholat.
Bahkan guru agama itu seringkali memiliki masalah dengan guru lain!
Jadi ada satu pemahaman yang saya dapatkan, banyak Muslim radikal berasal dari Muslim KTP!
Mereka lebih tertarik mencari pembenaran melalui jalan mengorbankan orang lain, dibanding taat sholat lima waktu dan membantu kaum dhuafa!
====================
Renungkan.."
====================
Saat bangsa ini makin dekat dengan perpecahan, kita harusnya dapat melihat dan berpikiran jernih.
Kita harus melihat bahwa yang diperlukan bangsa ini adalah kasih, bukan ketakutan-ketakutan.
Semua hal yang didasari ketakutan akan menghasilkan kecurigaan, kecurigaan menimbulkan perpecahan, perpecahan membuahkan kekerasan.
Saya melihat banyak potensi dari bangsa ini melalui orang-orangnya.
Saya melihat seorang Suster yang keibuan membela seorang anak Muslim dari penghinaan.
Saya melihat teman-teman Muslim saya yang menjadi kantong dan pelindung saya dari diskriminasi sekelompok orang yang fanatik.
Dan pada akhirnya saya melihat bahwa orang yang semakin dekat pada Tuhannya akan menyadari hal ini.."
................................................................
Karya terbesar Tuhan di dunia ini adalah kemanusiaan.
Sedangkan karya terbesar manusia di dunia adalah beragama.
Tuhan menciptakan manusia dengan hati dan akal sehat.
Manusia menciptakan tatanan agama dan mengklaim kebenaranNya.
................................................................
Jika kita boleh jujur, sembilan puluh persen dari pemahaman agama kita tergantung oleh penafsiran manusia, agama apapun itu!
Tapi penafsiran kita mengenai kemanusiaan tergantung pada apa yang dibisikkan hati nurani kita.."
Jadi.., apakah perlu kita terpecah?
Perlukah kita saling curiga, menjatuhkan dan bahkan melecehkan?
Bila setiap individu saja tidak ada yang berkenan dilecehkan, apalagi sekelompok umat beragama jika direndahkan?
Karena itu dekatkanlah diri anda pada Tuhan, maka anda akan semakin manusiawi.
Jika anda tidak semakin manusiawi, maka anda hanyalah mahluk beragama tanpa Tuhan!
Percayalah itu sahabat.."
^_^
Written by: Yoan Nababan/ 15 September 2010/ Pkl 15: 15 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dan kritik.
Sebagaimana perkataan menunjukkan watak, oleh itu harap menjaga etika dan menghindari SARA.
Terimakasih
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.