"Tidak ada satupun perjuangan yang tidak timbul dari perlawanan atas sebuah penindasan!"
Seperti biasa setiap bangun di pagi hari, saya memulai hari dengan menonton berita di televisi, berharap mendapat sedikit informasi terkini hari ini. Saya memilih satu siaran berita yang mengangkat topik provokasi negara Malaysia di blok Ambalat. Sepanjang diskusi tampak bagi saya penggambaran nasionalisme sebagai hal yang bodoh bagi sang host acara. Seperti yang jelas tertutur oleh ucapan demi ucapannya. Rupanya ia sangat menganggap remeh nasionalisme kaum kecil, kaum miskin yang masih cinta tanah air.
"Mengapa anda rela jauh-jauh pergi keperbatasan demi membela negara? Apakah anda tidak takut mati konyol disana?" tanya host pada narasumber.
"Maaf pak, tidak ada kata mati konyol untuk membela negara." jawab narasumber sedikit tersinggung.
"Tapi anda kan bisa meniru para artis kita seperti Saykoji yang dengan kreatif membuat lagu membalas plagiatisme contohnya?" tanya host kritis.
"Sayangnya saya hanya orang miskin yang tidak bisa bernyanyi dan memiliki kratifitas seperti mereka pak." jelas narasumber singkat.
"Berarti anda setuju dengan statement bahwa apa yang anda lakukan bersama kawan-kawan hanya merupakan pelarian dari realita kehidupan?" sergah host menyudutkan narasumber.
"Saya dan kawan-kawan tidak lari, justru kami menyadari ada masalah yang terus berulang dan tidak ditanggulangi secara serius oleh pemerintah. Ini persoalan harga diri bangsa, dan itu adalah harga mati yang patut kita prioritaskan sebagai negara yang bermartabat. Kami ingin menyelesaikan masalah itu dengan memberi penawaran nyawa kami sebagai ganti harga diri bangsa ini. Dan itu merupakan tawaran terakhir jika diplomasi dan solusi tak jua tercapai" timpal narasumber bersemangat.
"Jadi dengan berperang di medan perang akan menyelesaikan masalah?" Tanya host menghakimi.
"Bagi orang miskin seperti kami, ya. Karena hanya dengan turun ke medan juang, kami dapat memberikan sumbangsih.Tapi sebagai rakyat yang patuh, kami tunggu diplomasi para petinggi negri ini, jika Negara nanti meminta kami terjun ke medan perang tentu saja kami sanggupi." jawab narasumber.
"Anda tidak memikirkan masa depan anak anda dan kerabat keluarga?" tanya host kembali.
"Mereka merestui. Toh saya pergi untuk membela harga diri bangsa dan bukannya membunuh sesama warga negara. Apa yang saya lakukan murni pembelaan dan kecintaan saya pada tanah air. Soal masa depan mereka, antara saya hidup dengan tidak hampir tak ada bedanya, karena kami telah mandiri sejak dini." jawab narasumber tegas.
"Apakah anda tidak berniat mempertimbangkan kembali?" bujuk sang host.
"Apa yang saya harus pertimbangkan kembali? Yang saya punya hanya negri ini dan kebanggaan menjadi anak bangsa yang memiliki sejarah melegenda. Dan dengan darah ini, saya juga akan menjaga martabatnya. Lagipula kemiskinan membuat saya berani, karena saya tidak punya harta berlimpah yang memberatkan saya menuju medan perang, dan bukan karena ingin melarikan diri dari kemiskinan itu! Maaf bung, mungkin saya orang paling miskin di negri ini tapi saya orang yang paling berani. Jika negara meminta, saya dan kawan-kawan siap maju." jawab narasumber percaya diri.
"Tapi anda bisa menunjukkan kecintaan anda dengan bekerja lebih layak dan memberi hal yang lebih berarti selain nyawa anda!" host berkeras meyakinkan narasumber
"Layak seperti apa yang anda maksudkan? Saya hanya lulusan SD kelas dua dan tidak memiliki modal serta mewarisi hutang sejak lahir. Apakah pekerjaan buruh bangunan tidak layak bagi spesifikasi seperti saya? Kemiskinan bukan melulu karena akibat kemalasan, dan saya bukan menyalahkan situasi dan kondisi tanpa usaha. Tapi kemiskinan juga diakibatkan oleh belenggu kemiskinan itu sendiri dimana antara peluang dan himpitan ekonomi tak berbanding imbang! Dan perlu anda catat, bagi orang tak punya seperti kami tidak ada yang lebih berarti dari nyawa kami, jadi tolong hargai itu!" jelas narasumber berapi-api namun tetap elegan dengan kesederhanaannya.
===========
Hening
===========
Saya merenung.."
Dan saya pun tergerak melihat nasionalisme buruh bangunan itu.
Dan patahlah teori yang mengatakan bahwa nasionalisme tumbuh seiring peningkatan kemakmuran rakyatnya. Nyatanya? Justru kemakmuran yang membuat kita semakin individualis dan opurtunis, memikirkan diri sendiri dan hanya mencari keuntungan dari setiap celah kehidupan!"
Jamin kata-kata saya!
Tidak pernah ada negara yang memerdekakan diri selain negara miskin dan terjajah, yang bercita-cita membentuk suatu negara yang lebih makmur dan sejahtera!
Dan tidak ada satupun perjuangan yang tidak timbul dari perlawanan atas sebuah penindasan!
Maka logika buruh bangunan itu adalah benar adanya, bukan karena ingin lari dari kemiskinan, tapi karena kemiskinan yang membuat ia berani!
Sedangkan kita hanya mengalihkan keegoan kita yang takut kehilangan harta benda dibanding harga diri bangsa dengan sebuah kata..,RASIONALIS!
Masihkah anda egois dan meremehkan nasionalisme si MiNAS? si Miskin Nasionalis..."
Written by: Yoan Nababan/30 oktober 2009/ Pkl 23:32 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar dan kritik.
Sebagaimana perkataan menunjukkan watak, oleh itu harap menjaga etika dan menghindari SARA.
Terimakasih
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.