Rabu, 15 Desember 2010

"Psikologi Korupsi"

Jika anda memberikan uang jajan anda untuk seorang pengemis, percayalah bahwa itu sebuah korupsi.
Sebab uang itu diberikan orangtua kepada anda untuk menjaga perut anda tidak lapar, bukan untuk mengenyangkan orang lain.

Jika anda berpikir itu adalah hak anda untuk mengelola, cobalah berpikir tujuan mendasar dari pemberian uang tersebut.

Mungkin anda berpikir bahwa itu adalah sebuah kebaikan, tapi cobalah berpikir apakah perut anda merasa baik?
Mungkin anda tidak merasa terganggu dengan uang yang anda berikan kepada si pengemis.
Tapi.., coba berpikir apakah itu membuat keadaan semakin baik atau menambah mental kemiskinannya?

==========
Hening
==========

Saya tidak sedang menghasut anda untuk meninggalkan nilai kebaikan.
Justru saya senang mendengar masih ada orang yang berhati baik di bumi ini.
Tapi..”

^_^

Saya hanya sedang berfilsafat sedikit untuk menjawab omong kosong besar para jaksa, hakim, kepolisian, KPK, DPR, Menhunkam, Presiden dan banyak orang.
Saya tidak sedang menantang, menentang apalagi melagak dihadapan orang banyak.
Tapi.."

^_^

Yang saya inginkan hanya sederhana, yaitu kesadaran kita.
Kita artinya adalah mereka, dia, anda dan tentunya juga saya.

Baiklah…”
Kita mulai logikanya antara uang jajan dengan korupsi.
Uang jajan adalah anggaran, sedangkan alokasi dana adalah kebijakan kita sebagai operator dana tersebut.
Kebijakan kita sebagai pengemban dana sejatinya harus mengikuti RAPBN atau tujuan orangtua menggelontorkan dana tersebut.
Namun tampaknya seringkali sebagai pengemban dana kita merasa ber”HAK”
Benarkah kita berhak?
Sejatinya tidak, tetapi kita dipercayakan untuk merealisasikan RAPBN atau tujuan dasar uang jajan tersebut.
Namun yang terjadi adalah KORUPSI BERJAMAAH, karena si pengemban dana salah kaprah dan si penerima dana ketagihan,
Maka mulailah rumusan.."
Pat Gulipat, dosa bertambah, orang banyak ketagihan.
Pejabat ditangkap, penikmat dana meronta-ronta.
Maka tidak heran mental miskin berkibar, urat malu hanya tersisa di kemaluan.
Dan itu pun seringkali dijual dengan bukaan 500 ribu.

:D

Baiklah.."
Mungkin semua orang sudah mendapat sedikit gambaran.
Saya ingatkan kembali bahwa ini tidak ada kaitannya antara benar atau tidak pengalokasian dana tersebut.
Tapi yang saya sedang paparkan adalah logika KORUPSI.

Jadi jika anda bertanya mengapa orang KORUPSI, maka itu karena mereka merasa ber”HAK”.
So.., sebelum anda mengatakan Say No to Corruption, coba ingat kembali seberapa bijak anda mengalokasikan dana sesuai dengan RAPBN orangtua anda.

Sebab itu yakinlah, bahwa setiap orang berpotensi untuk melakukan korupsi.
Bukan karena mereka gila harta, tapi karena ada perasaan ber"HAK"

Yang namanya perasaan itu selalu ujung-ujungnya pasti ada pembenaran.
Seperti merasa ganteng, dicintai dan sebagainya.

:D

Baiklah, sebelum saya semakin melantur maka kita akhiri ulasan sederhana diselingi canda yang bertema "PSK", yaitu PSikologi Korupsi.
Namun bagi mereka yang CERDIK tahu benar apa yang tersisip dari sebuah candaan.
Karena kritik tidak selamanya harus menyayat hati, namun bisa disampaikan dengan canda menggelitik.
Cerdas berpikir, terdidik menyikapi.
SEKIAN.

nb:

Jika masih ada pertanyaan, cobalah sedikit berfikir sederhana, sebab permasalahan bangsa ini bukan kurangnya orang pintar tapi banyaknya orang yang mengabaikan sisi psikologis dari setiap kejadian.



Written by: Yoan Nababan/ 26 November 2010/ Pkl 00:00 WIB




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar dan kritik.

Sebagaimana perkataan menunjukkan watak, oleh itu harap menjaga etika dan menghindari SARA.

Terimakasih

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.