Selasa, 14 Desember 2010

"Secangkir Kopi Hangat"

Tiga tahun lamanya cangkir itu tak berpindah.”
Diam di atas meja coklat, meja makan keluarga.
Ditinggalkan begitu saja sejak suatu pagi yang suram.
Suatu pagi yang dikenang lewat sebuah cangkir tak bertuan.”

Dahulu cangkir ini selalu terisi penuh oleh kopi hangat.
Dan hingga kini tetap berisi dengan kehangatan yang sama.”
Meski kehangatan sejati itu telah hilang semenjak suatu masa..”
Suatu masa mengenai seorang lelaki yang dipanggil ayah.”

Ayah adalah seorang lelaki yang kini tak diketahui kabarnya.
Seorang lelaki yang sejak dahulu dicinta ibu dengan segenap jiwa.
Namun tega meninggalkannya hanya demi sebuah kesenangan.
Sebuah kepergian yang menyisakan sebuah cangkir yang tak bergerak.

Cangkir itu diam tak bergerak, sengaja begitu sejak lama.
Namun isinya tak pernah dibiarkan mendingin begitu saja.
Sedikitnya dalam dua kali sehari ibu akan mengganti isinya.
Pagi dan malam hari, setia ia lakukan setiap harinya.."

Pernah aku bertanya dan berusaha menghentikan.
Namun ia hanya menjawab dengan lembut dan singkat;
Kita tidak pernah tahu kapan ayah kembali pulang ke rumah.”
Kita tidak pernah tahu, jadi kita harus selalu siap sedia.”
------------------------------------------------------(Hening)

Lalu air mataku mengalir dengan derasnya.."
Melihat kesetiaan ibu yang tak pernah pudar.."
Meski ia pernah menderita karena cintanya.."
Namun ia tak pernah tergerak untuk menyerah!"

Sebuah cangkir yang tetap terisi dengan kopi hangat.
Gambaran nyata mewakili perasaan ibu kepada ayah.."
Sebuah cinta yang terus mengalir dan terjaga kehangatannya.
Meski sang suami meninggalkannya bagai cangkir yang tak bergerak..”



Written by: Yoan Nababan/ 19 November 2009/ Pkl 02: 30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar dan kritik.

Sebagaimana perkataan menunjukkan watak, oleh itu harap menjaga etika dan menghindari SARA.

Terimakasih

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.